Maman Wijaya (MW)

My Opinions and Ideas

Maman Wijaya (MW) Pembelajaran,Pendidikan Strategi Peningkatan Kompetensi Pegawai Kemdikbud

Strategi Peningkatan Kompetensi Pegawai Kemdikbud



mamanwijaya.com, @mamanwjy

Permasalahan dalam pendidikan seolah tidak ada henti-hentinya. Dari hari ke hari selalu ada saja yang “ngeri” diperbincangkan. Pembahasannya berkisar tentang masih rendahnya kualitas pendidikan, mulai dari tingkat dunia sampai ke tingkat kelas. Skor PISA (Program for International Students Assessment) Indonesia berada pada posisi 72 dari 77 negara. Skor TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) pada posisi 46 dari 51 negara. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kita urutan ke 87 dari 157 negara. Dan, Indeks Daya Saing pada peringkat 45.

Bappenas juga mengakui, kapasitas adopsi dan penciptaan inovasi, serta budaya literasi Indonesia masih rendah. Pendidikan karakter dan budi pekerti belum mantap. Selain itu juga, di lapangan, kita sering sekali mendengar berita tentang tawuran antar siswa, siswa terlibat kejahatan, guru memukul murid, atau kejadian menyedihkan lainnya.

Banyak pihak menduga, rendahnya IPM, daya saing, skor PISA dan TIMSS, dan lain-lain itu disebabkan oleh penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang masih berkutat pada pemenuhan standar minimal dan cenderung sibuk menggarap urusan-urusan yang sifatnya administratif. Presiden Jokowi meminta dengan tegas agar peringkat daya saing bisa di bawah 40, serta meminta juga agar Kemdikbud direformasi. Itu tentu berat, tapi harus dilakukan. Sebab, ketika bicara “SDM unggul, Indonesia Maju”, Kemdikbud berada pada barisan paling depan.

Untuk menanggapi hal itu, Mendikbud Nadiem Makarim dengan sigap meluncurkan sejumlah kebijakan mendasar. Ada restrukturisasi organisasi secara besar-besaran. Ada juga program Merdeka BelajarKampus Merdeka, dan Guru Penggerak, dan berbagai program unggulan lainnya. Saya kira itu sangat bagus.

Namun, apakah kemampuan pegawai Kemdikbud akan cukup memadai untuk menjalankan program yang luar biasa itu? Mampukah mereka mewujudkan visi-misi yang luhur itu? Ada peribahasa, “The Man behind the gun”. Oleh karena itu pegawai Kemdibud harus lebih dulu berkualitas, harus lebih dulu memiliki “nilai-nilai ke-kemdikbud-an”, barulah kemudian Kemdikbud membangun pendidikan di Indonesia sebagaimana visi-misi Presiden dan program-program Mendikbud tersebut.

Tantangan Kemdikbud

Lalu, siapakah yang bertanggungjawab dalam peningkatan kompetensi pegawai Kemdikbud itu? Di Kemdikbud ada instansi yang tugasnya meningkatkan kompetensi pegawai, yaitu Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pegawai Kemdikbud. ASN Kemdikbud dilatih di situ. Bagi Pusdiklat, ini semacam mata rantai dari perannya dalam turut serta meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebagaimana dinyatakan oleh Leadership Development Program-nya Pertamina, bahwa, “We don’t build a business. We build people, and then people build the the business”.

Instansi semacam Pusdiklat ini sebetulnya ada juga di setiap kementerian atau lembaga. Jadi, apa yang saya bicarakan di sini bukan hanya akan bermanfaat buat Kemdikbud, tetapi juga buat kementerian atau lembaga pemerintahan lainnya.

Pertanyaan lanjutannya, akan mampukah Pusdiklat menjawab tantangan Presiden Jokowi dan Mendikbud Nadiem Makarim? Ada sejumlah tantangan yang dihadapi Pusdiklat saat ini, yaitu diantaranya, pertama, sebagaimana dikatakan Mendikbud, bahwa tantangan dalam pendidikan itu adalah soal besarnya skala. Saat ini pegawai Kemdikbud ada 15.987 orang. Sementara Pusdiklat hanya mampu men-Diklat sebanyak 3.807 pegawai dalam satu tahun. Itu artinya perlu 4 tahun untuk “menggarap” seluruhnya. Itupun, dalam 4 tahun itu, setiap pegawai hanya dapat satu kali mengikuti program Pusdiklat. Padahal perkembangan situasi demikian cepatnya. Rentang 4 tahun terlalu lama untuk sebuah penyegaran. Perlu terobosan baru.

Kedua, setiap pegawai terikat dengan kewajiban melaksanakan tugasnya sehari-hari. PNS wajib bekerja selama 40 jam dalam seminggu, dari Senin sampai dengan Jum’at, dari pagi sampai sore. Kapan dan bagaimana caranya agar pegawai tersebut bisa mengikuti program peningkatan kompetensi? Itu juga harus dijawab oleh Pusdiklat.

Alternatif Solusi

Ketiga, Pusdiklat perlu menerapkan pendekatan In-depth Problem Solving and Analysis dalam setiap penyelesaian masalah organisasi. Harus mendalam dan sampai pada akarnya. Sebab, yang ditangani oleh Pusdiklat adalah pegawai Kemdikbud. Kekeliruan yang dibuat oleh Pusdiklat bisa mengakibatkan efek domino terhadap keseluruhan upaya peningkatan kualitas Pendidikan secara keseluruhan.


Kelima, Pusdiklat perlu menguasai dan menerapkan strategi marketing produk organisasi. Saat ini banyak yang bisa dikembangkan, misalnya konsep dasar marketing, segmentasi pasar, perilaku loyal, pengukuran loyalitas, variabel marketing, dan lain-lain. Sarana yang digunakan juga bisa beragam, mulai dari yang mudah dan murah sampai ke yang lebih komplek. Sarana yang mudah contohnya adalah penggunaan media sosial. Pusdiklat masih lemah dalam pemanfaatan media sosial. Twiter-nya saja yang dibuat tahun 2015, sampai saat ini baru memiliki 143 followers (per-tanggal 21 Maret 2020).

Persaingan semakin seru. Kita butuh sesuatu yang cepat. Jika kita lambat, kita akan tergilas. Seorang tokoh pada Forum Ekonomi Dunia, menyatakan bahwa: In the new world, it is not the big fish which eats the small fish, but it is the fast fish which eats the slow fish. (Klaus Schwab, World Economic Forum).

Untuk membenahi Pusdiklat pada area penyelenggaraan/sistem pembelajaran, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Pusdiklat. Diantaranya adalah, Pertama, Konsep Merdeka Belajar. Pusdiklat perlu menerapkan konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, serta Alumni Pengegrak. Hal itu penting bukan karena konsep tersebut digulirkan oleh Mendikbud, tetapi memang konsepnya akan sangat baik buat Pusdiklat.

Untuk mengimplementasikan konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, Pusdiklat perlu:

  • memiliki “menu spesial” dan “menu komplit”.  Menu spesial digunakan untuk memberikan kekhasan dan profesionalitas Pusdiklat. Menu komplit digunakan untuk kemerdekaan peserta (para pegawai Kemdikbud) dalam peningkatan kompetensi. Pegawai Kemdikbud nantinya bisa memiliki model peningkatan mana yang diinginkan, materi apa yang akan dipilih, metode apa yang akan dipakai, cara apa yang bisa dilakukan dalam belajar, dan sistem penilaian seperti apa yang dikehendaki. Pegawai tinggal memilih sesuai kebutuhan dan kesempatan yang dimiliki;
  • menguasai dan menggunakan teknologi informasi terkini yang terbukti efektif dalam melayani kebutuhan peningkatan kompetensi pegawai;
  • menguasai dan menerapkan metodologi pembelajaran mutahir yang relevan dan efisien;
  • memiliki program pengembangan berkelanjutan bagi alumni;
  • sekurang-kurangnya 95% alumni menyatakan sangat puas, dan tidak ada yang menyatakan tidak puas, atas layanan Pusdiklat.

.

KeduaValue Internalization and Changing Orientation. Pusdiklat harus memiliki metode yang “jitu” untuk menanamkan nilai-nilai yang dianut oleh Kemdikbud, yaitu diantaranya integritas, jujur, cinta tanah air, keteladanan, religius, mengayomi, inovatif dan kreatif. Nilai-nilai inilah yang membedakan pegawai Kemdikbud dengan pegawai yang lainnya, walaupun sama-sama ASN (Aparatur Sipil Negara). Pusdiklat juga harus mampu mengubah orientasi peserta, dari ignorance menjadi expectanceˆ, dan dari expectance menjadi needsdalam hal peningkatan kompetensi dan dedikasi.

Ketiga, Soft-Skill. Di tengah-tengah gencarnya kemajuan teknologi di era industry 4.0 ini banyak perusahaan-perusahaan besar justru berlomba-lomba menanamkan soft-skill pada pegawainya. Mereka tidak segan untuk berinvestasi, karena menyadari betapa pentingnya soft-skill ini untuk kemajuan perusahaannya. Kompetensi Soft-Skill ini ada sepuluh aspek, yaitu: kemampuan memecahkan masalah komplek, berpikir kritis, kreatif, manajemen manusia, kemampuan berkoordinasi, kecerdasan emosional, penilaian dan membuat keputusan, orientasi pelayanan, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif. Pusdiklat perlu menguasai dan menerapkan metodologi yang efektif dan efisien untuk menanamkan Soft-Skill ini pada pegawai Kemdikbud.

.

Kelima, menguasai dan menggunakan teknologi informasi (TI) mutahir yang efektif dalam penyelenggaraan peningkatan kompetensi pegawai. Penggunaan TI ini di setiap tahapan, mulai pada saat analisis kebutuhan peserta, perencanaan pengembangan program, pelaksanaan peningkatan kompetensi, baik melalui Diklat tatap muka, Diklat jarak jauh, seminar, penugasan project, sampai pada sertifikkasi, dan pembinaan alumni. Keseluruhan sistem penyelenggaraan tersebut terkoneksi dengan data di Biro SDM Kemdikbud, LAN RI, BKN, Kemen PAN-RB, dan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara). 

Dengan TI yang dibuat oleh Pusdiklat, pegawai Kemdikbud yang sibuk dengan tugasnya sehari-hari bisa mengikuti program-program peningkatan kompetensi sesuai dengan waktu, minat, dan metode yang cocok untuk mereka masing-masing.  “Menu spesial” dan “Menu Komplit” yang disediakan oleh Pusdiklat dapat dengan mudah diakses dan diikuti oleh pegawai yang berminat di mana saja, kapan saja, dan dengan menggunakan fasilitas apa saja, asal dalam jaringan.

Inilah saatnya Pusdiklat berubah. Saatnya pegawai Kemdikbud merdeka belajar. Saatnya pula kualitas pendidikan di Indonesia melesat mengejar ketertinggalan. (mamanwijaya.com, @mamanwjy).

.

Twiter: @mamanwjy

.

Bagi teman-teman yang mempunyai tulisan atau karya yang bisa bermanfaat buat para pembaca dan ingin dipublikasikan di website ini, bahan bisa kirim ke email: mamanwjy@gmail.com. Terima kasih.

1 thought on “Strategi Peningkatan Kompetensi Pegawai Kemdikbud”

  1. majapahit says:

    Sip 👍👍👍

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TopBack to Top