(mamanwijaya.com). @mamanwjy
Bahasa adalah alat komunikasi. Logika adalah sarana untuk berpikir. Ketika kita hendak menyampaikan maksud tertentu kepada orang lain, kita selalu berpikir bagaimana cara menyampaikannya agar orang lain itu mengerti. Begitu juga sebaliknya, ketika kita hendak memahami maksud orang lain, kita juga berpikir apa arti yang disampaikannya kepada kita.
Dalam komunikasi tersebut kedua belah pihak harus mengetahui bahwa satu isyarat yang disampaikan itu memiliki satu arti yang disepakati. Sebagai contoh, mengganggukan kepala, misalnya, disepakati sebagai “setuju” dan menggelengkan kepala sebagai “tidak setuju”. Jadi bila kita merasa tidak setuju, kita bisa menyatakannya dengan menggelengkan kepala. Orang lain yang sepakat dengan arti isyarat itu akan mengetahui bahwa kita tidak setuju.
Mula-mula kesepakatan dimaksud terbatas pada satu individu ke satu imdividu lainnya dengan isyarat atau simbol yang sederhana. Makin lama kesepakatannya makin meluas. Isyarat-isyaratnya pun semakin rumit. Rangkaian isyarat itu kemudian disebut bahasa.
Isyarat yang telah disepakati itu dalam logika berfungsi sebagai premis, dasar untuk menyimpulkan. Pada contoh tadi, “menganggukan kepala itu setuju” sebagai premis, dan “menganggukan kepala” sebagai kondisi, sehingga bila “dia mengganggukan kepala”, berarti kesimpulannya “dia setuju”. Dengan demikian, ketika kita menggunakan bahasa saat berkomunikasi, kita selalu memiliki premis, mempertimbangkan kondisi, dan menarik kesimpulan. Dan, itu adalah pekerjaan logika.
Bila kita menerima informasi bahwa “Si A sedang makan ketika si B datang”, logika kita akan bekerja dan mengetahui (setelah menyimpulkan) bahwa si B belum datang saat si A belum makan. Juga, kita akan mengetahui bahwa si A tidak sedang mengerjakan yang lain kecuali sedang makan saat si B datang.
Selanjutnya, dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ungkapan seperti “Saya ini manusia”, “Manusia bisa khilaf”, agar orang lain menyimpulkan bahwa “Saya bisa khilaf”. Kesimpulan tersebut benar dan sahih. Tetapi bila kita menyimpulkannya tidak hati-hati dan akhirnya salah, maka kesimpulannya tidak akan sahih. Contoh, “Saya ini manusia”, “Saya bukan Anda”, jadi kesimpulannya “Anda bukan manusia” adalah salah dan tidak sahih, walaupun kedua premisnya benar.
Kesalahan itu terjadi karena kita sering lupa dengan beberapa batasan yang menjadi prasyarat, sehingga logikanya tidak berfungsi. Padahal dalam bahasa itu penuh dengan prasyarat. Dalam matematika –yang merupakan bahasa simbol– pun, prasyarat menjadi keharusan. Dua ditambah tiga belum tentu lima. Jika kita berbicara dalam basis bilangan sepuluh, 2+3 itu adalah benar sama dengan 5. Tetapi dalam basis bilangan lima, 2+3 sama dengan 10.
Hal yang sama bisa juga terjadi dalam kasus berikut. Misalnya pada pagi hari 2 ekor ayam dimasukkan ke kandang, lalu pada siang hari dimasukkan lagi 3 ekor ayam. Kemudian ditanyakan, berapa ekor ayam yang ada di kandang? Jawabannya tidak jelas. Sebab prasyaratnya kita tidak tahu. Bila kita lihat pada sore hari, mungkin ayam di kandang tinggal 1 ekor, karena yang 4 ekor lagi kabur menjelang sore. Atau, bila dilihatnya tahun depan, mungkin ayam di kandang ada 40 ekor, karena telah beranak.
Sampai di sini kita menyadari bahwa belajar bahasa, apakah itu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau bahasa lainnya, itu ternyata sama artinya dengan belajar logika, melatih daya nalar. Keduanya sangat penting bagi kehidupan manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu adalah tepat bila mata pelajaran bahasa, baik di SMP maupun di SMA, menjadi bagian yang sangat menentukan dalam kelulusan. (mamanwijaya.com)***
Daftar Pustaka
Copi, I.M. & Colien, C. (1991). Introduction to Logic. New York : Macmillan Publishing Company.
Evans, J.R. & Carvallo, B. (1994). Berpikir Kreatif. Jakarta : Bumi Aksara.
More, B.N. & Parker, Richard. (1986). Critical Thinking, Evaluating Claims and Arguments in Everyday Life. Palo Alto : Mayfield Publishing Company.
Soekadijo, R.G. (1997). Logika Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
.
.
Bagi teman-teman yang mempunyai tulisan atau karya yang bisa bermanfaat buat para pembaca dan ingin dipublikasikan di website ini, bahan bisa kirim ke email: mamanwjy@gmail.com. Terima kasih.
Betul sekali kang Man, makanta kita maha punya sumber rujukan
Mutlak ya.
Sap. Sami2.
Sangat menginspirasi…
Hanupis, mba Dyah. soap.
Terimakasih pencerahannya….
Ditunggu katyabtulusan lainnya pak
Siap.