Oleh Maman Wijaya (mamanwjy@gmail.com), 2021.
.
Saya sangat terkesan dengan kata “Trengginas” yang disampaikan oleh Profesor Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pada saat memberikan pengarahan kepada para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di hari pertama bertugas mereka pada awal tahun 2021 ini.
Beliau tidak menjelaskan secara panjang lebar makna dari kata tersebut. Sebab tentu beliau yakin bahwa CPNS yang ada dihadapannya adalah orang-orang terpilih yang sudah terbukti mampu melewati tahapan seleksi ketat dan menyisihkan ratusan kandidat lainnya: masa arti kata trengginas saja tidak tahu. Intinya beliau berpesan, jadilah pegawai yang trengginas.
Saya penasaran. Besok lusa saya ingin bertanya pada mereka apakah masih ingat dengan kata-kata Bapak Menko tersebut. Lalu, saya juga ingin melihat apakah ketrengginasan tersebut ditunjukkan secara konsisten oleh mereka.
Namun demikian, sambil menunggu momen tersebut, saya juga sebagai pegawai lama, akan malu bila tidak lebih trengginas dari mereka yang baru-baru itu. Dengan kata lain, pesan Bapak Menko tersebut sesungguhnya berimbas pada semuanya.
Trengginas berasal dari bahasa Jawa, merupakan adjektiva, yang artinya kurang lebih mewakili dua kata sekaligus, yiatu lincah dan terampil. Saat ini kata trengginas sudah jarang digunakan, apalagi oleh kaum milenial.
Dalam kajian inovasi pendidikan, substansi trengginas diperlihatkan oleh dua hal, yaitu keterampilan fisik dan kelincahan berpikir. Dua kecakapan tersebut menyebabkan orang menjadi responsive to change dengan mengacu pada ukuran waktu: cepat. Itu kemahiran yang diperlukan di abad 21 untuk lebih survive.
Sependapat dengan Prof. Muhadjir, Klaus Schwab, founder dan Chairman of World Economic Forum menyatakan bahwa “In the new world, it is not the big fish which eats the small fish. It’s the fast fish which eats the slow fish”.
Terbayang, jika Bapak Klaus Schwab itu menguasai bahasa Jawa, sudah barang tentu dia akan lebih memilih istilah trengginas pula dibandingkan mengungkapkannya dengan jenis-jenis ikan yang lebih kontemporer lagi bagi anak jaman sekarang.
Dalam sebuah ekosistem, ketrengginasan yang dalam hal ini ditinjau dari inovasi perubahan, dikelompokan menjadi tiga golongan. Distribusinya berupa kurva normal, dimana kelompok pertama terletak pada ekstrim bawah. Kelompok ini disebut Laggards, jumlahnya rata-rata 10% dari populasi.
Lagards adalah istilah untuk menggambarkan orang yang sangat mencintai kemapanan, menolak perubahan, dan bahkan cenderung antipati terhadap tantangan baru. Milenial menyebutnya sebagai susah move-on atau loading-nya lama. Itu berarti sangat tidak trengginas.
Kelompok kedua adalah ……..(baca lebih lanjut di Majalah Kemenko PMK. Artikel ini pernah dibuat di Majalah BRAFOPMK, majalah yang diterbitkan oleh Kemennko PMK, Edisi 07, Januari 2021. Hlm. 44-45). Tersedia di laman:
https://www.slidshare.net/MajalahBRAFOPMK/brafopmk-edisi-07-januari-2021
.
Kunjungi website www.mamanwijaya.com di:
.
Bagi teman-teman yang mempunyai tulisan atau karya yang bisa bermanfaat buat para pembaca dan ingin dipublikasikan di website ini, bahan bisa kirim ke email: mamanwjy@gmail.com. Terima kasih.